Memberantas Pornografi; Mengapa Diperdebatkan???

Sudah satu dasawarsa, RUU yang awalnya bernama RUU Anti Pornografi-Pornoaksi mengendap di DPR. Kontroversial, timbul dan tenggelam jadi pembicaraan publik. Siapa sangka, akhir September 2008 lalu RUU APP disahkan dengan berganti nama menjadi UU Pornografi. Rakyat boleh senang dengan pengesahan ini, tapi siapa yang bisa tenang jika pembahasan bertahun-tahun yang diharapkan bisa melahirkan UU berkualitas malah menjadi tindakan bodoh berselebung ‘pengaturan kepornoan’. Sekian lama digodok di DPR hanyalah sebagai permainan dan kompromi-komproni yang malah mengaburkan makna porno yang niat awalnya ingin diberantas!
Parahnya, sekalipun isi materi UU tersebut kini jauh dari harapan, tetap saja suara penolakan santer terdengar. Tidak hanya substansinya saja yang mereka enggani, mendengar namanya saja seakan UU Pornografi adalah sebuah ancaman. Inikah bukti betapa rendahnya taraf berfikir masyarakat dinegeri ini???
Sungguh ironis, ketika pelecehan seksual marak, kriminalitas merajalela, free sex menjadi biasa, penyakit sex mewabah, dan kebobrokan moral semakin jelas didepan mata, itikad baik untuk menanggulanginya malah mendapat kontra dimana-mana. Para pekerja seni, aktivis liberal, aktivis feminisme, dan orang-orang yang hidup dari industri pornografi murka dengan keberadaan UU yang mengancam kepentingan mereka ini. Sebagian masyarakat awampun ikut-ikutan mengecam, seakan tidak menyadari bahaya yang sedang mengancam keluarga, anak-cucu, dan orang-orang yang mereka cintai dengan keberadaan pornoaksi-pornografi yang begitu dekat dengan keseharian mereka.
Berbagai jargon konyol dan tak masuk akal menjadi jurus penolakan mereka atas pemberlakuan UU ini. Seakan pornografi adalah HAM dan orang yang ingin mengatur dan memberantasnya bagaikan penjahat yang akan merampas kesenangan mereka.
Tapi sudahlah, toh wacana tadi sudah disahkan menjadi UU. Kini bukan saatnya bagi orang-orang untuk meributkan dan menolaknya. Konsekuensinya mereka harus mau diatur dengan UU ini jika tidak ingin terjerat dengan pasal-pasal dan ancaman hukumannya.

Yang Seharusnya Dikritisi
Permasalahan pornografi belumlah usia pasca pengesahan UU Pornografi. Ya iayalah, UU ini sudah banyak dipangkas sana sini, bahkan mengalami distorsi. Jelas substansinya sudah tidak sesuai dengan aspirasi umat islam. Materi dalam UU ini banyak mengandung kelemahan, rancu, dan bisa dianggap memberi jalan bagi berkembangnya pornografi itu sendiri. Penghapusan kata ‘anti’ pada judulnya saja sudah memberikan kesan bahwa UU ini hanya akan mengatur, bukannya menghapus pornografi! jadi, alih-alih pornografi akan hilang, malah mungkin pornografi-pornoaksi akan berkembang dengan diktum ‘kebolehan pornografi ditempat dan cara khusus’ atau atas nama seni dan budaya.
Mengkritisi materi, pasal-pasal kebolehan, larangan dan pengecualiannya bisa dibilang materi UU Pornografi bertentangan dengan maksud dan tujuan dibuatnya UU itu sendiri. Jelas harus kita tolak. Bukan karena kita menolak pronografi dibatasi, tapi karena UU ini bukanlah solusi atas permasalahan pornografi, dan UU ini tidak akan mengakomodir aspirasi kita untuk memberantas pornografi.

Islam; The Only Solution
UU Pornografi selamanya cuma akan jadi debatable jika semua pihak hanya berlogika dan tidak mau merujuk pada satu jalan, yakni Islam. Tarik ulur, revisi lagi, revisi lagi, terus menerus berkompromi sampai makna pornopun semakin kabur saja.
Islam punya pandangan Jelas tentang batasan pornografi-pornoaksi, pencegahan, dan solusi atas setiap permasalahan yang diakibatkannya. Batasan porno tentu saja adalah batasan aurat, baik laki-laki maupun perempuan. Untuk itu Islam mewajibkan setiap laki-laki dan wanita yang telah baligh untuk menutup auratnya. Bagi seorang wanita, jika keluar rumah ia diharuskan untuk memakai jilbab yang menutupi seluruh tubuhya hingga ke ujung kaki. Islam juga melarang kaum hawa untuk menampakan perhiasan dan kecantikannya dihadapan laki-laki asing (bukan mahrom) atau bertabarruj. Sekaligus Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menahan pandangan (gadhul bashar) dari pandangan yang bukan haknya. Aturan ini tegas, tidak ada dalil-dalil pengecualian. Bagi yang melanggarnya tentu saja akan berdosa dan diakhirat kelak akan dihisab oleh Allah swt.
Kalo saja kita berfikir jernih, syariat Islam jelas adalah paradigma yang seharusnya mendasari UU Pornografi dan setiap problematika kehidupan kita, politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, dan segala hal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena Islam adalah kaffah, punya aturan untuk setiap urusan manusia, dari mulai bangun tidur sampai tidur kembali ada aturannya dalam Islam. Syariat Islam adalah aturan terbaik untuk manusia, karena hukum-hukumnya berasal dari Allah Swt Sang Khalik yang Maha Mengetahui kebutuhan mahlukNya.
Syariat Islam bukan untuk polemik. Ini tidak ada hubungannya dengan pluralitas. Karena siapapun tentu tidak menolak jika diatur dengan aturan yang memberikan kebaikan. Dan siapakah yang meragukan kemaslahatan Islam??? Yang ragu pasti akan kehabisan argumen untuk menolak kebenaran ini.

Tiga Pilar Penting
Syariat Islam, termasuk aturan pornografi dan pornoaksi ini, hanya akan terlaksana dan mampu menyelesaikan permasalahan jika didudkung oleh tiga pilar:
1. Peran Individu
Suatu aturan Allah swt akan bisa diterapkan oleh setiap individu yang bertakwa dan memiliki keimanan yang kokoh kepada Sang Pembuat Hukum, yaitu Allah Azza wa Jalla. Ketakwaan dan keimanan yang kokoh ini diperoleh dengan cara talabul ilmi, pembinaan intensif untuk membentuk kepribadian Islam melalui penanaman tsaqafah Islam yang memadai, dengan menjadikan akidah dan syariah Islam sebagai pijakannya.
2. Peran Masyarakat
Para ulama, tokoh-tokoh masyarakat, dan komponen-komponen lainnya yang ada di masayarakat hendaklah bersama-sama dan bersinergi mengontrol setiap kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Saling mengingatkan memang merupakan senjata yang paling ampuh, termasuk mengingatkan agar para penguasa/pemimpin tidak lalai dalam menjalankan amanahnya. Merekapun berkewajiban untuk mencerdaskan masyarakat melalui pembinaan secara keseluruhan dan berlangsung secara intensif agar rakyat berani mengingatkan pemimpinnya.
3. Peran Negara
Dalam pandangan Islam, negara bertanggung jawab untuk memelihara akidah rakyat dengan cara menjaga mereka dari serangan-serangan pemikiran liberal yang bisa mengikis keimanan. Salah satunya adalah menjaga akidah rakyat dari kerusakan yang ditimbulkan pornografi dengan cara memberantas segala sarana yang bisa mendukung keberadaan pornografi itu. Aparat negara tidak perlu bersikap reaktif menunggu rakyat marah dan kemudian merusak sarana sarana maksiat, arena pornoaksi, atau tempat-tempat penjualan pornografi. Aparat negaralah yang seharusnya bersikap proaktif melakukan pencegahan sesuai dengan syariat islam.
Negara juga seharusnya menyelenggarakan sistem pendidikan dengan kurikulum yang islami agar masyarakat tidak hedon, mendewakan kebebasan berekspresi dan berprilaku. Sebagai pelaksana hukum, negara juga harus memberlakukan sanksi tegas terhadap pelaku tindak pornoaksi-pornografi. lebih dari itu, negara adalah pengontrol materi atas media-media yang ada, seperti tayangan TV, materi siarannya, isi dari media cetak, VCD, dan sebagainya yang beredar di masyarakat.

So???
Semua yang telah kita bahas diatas, tidak akan berarti apa-apa jika hanya menjadi teori dalam benak-benak kita. Jelas, teori adalah untuk diaplikasikan. Dan jika bukan kita sebagai pemerannya sekarang, kapan lagi??? Entah masihkah kita bisa menatap mentari esok???
Kawan, umat sedang memanggil kita untuk melakukan perubahan pada peradaban ini, menjadikannya indah, berkah dibawah naungan keridhaan Allah Swt. 

0 komentar:

Posting Komentar