DIMENSI RUANG DAN WAKTU


DIMENSI RUANG DAN WAKTU DALAM PROSES KLONING

           

Berabad-abad lamanya mulai zaman prasejarah sampai sekarang ini setiap penemuan baru sebagai hasil teknologi dan ilmu pengetahuan selalu menghasilkan pertentangan mengenai dampak positif dan negatifnya.  Seperti penemuan api, kapak, mesin-mesin, alat-alat komunikasi, demikianpun dalam bidang bioteknologi (rekayasa genetika) selalu ada yang mendukung dan ada yang menentang. Tinggal tergantung pada kita manusia, apakah segi positifnya yang dikembangkan atau negatifnya ??? Dalam perkembangannya mana yang lebih dominan, apakah segi positifnya atau negatifnya; kita semua manusia penghuni planet bumi ini sampai ke anak cucu  yang menentukan dan merasakannya.
             Rekayasa genetika (teknologi rekombinan, kloning, transgenik) sampai saat ini juga  masih menjadi masalah, dimana ada pertentangan antar berbagai kalangan, mulai dari individu, kelompok, politikus, negarawan bahkan kalangan rohaniawan.  Masalah utama bukan lagi pada teknologinya tetapi pada penerimaan masyarakat terhadap hasil-hasil rekayasa genetika.  Apalagi masalah kloning manusia yang berhubungan langsung dengan kehidupan di bumi ini.   Seperti poling pendapat yang dilakukan oleh majalah Time dan CNN pada bulan Februari 2001, dimana hasilnya 90 % menyatakan bahwa kloning manusia merupakan ide yang buruk, bahkan 69 % menjawab bahwa kloning manusia melawan Tuhan Allah (1).  Sekalipun para ilmuan mengungkapkan bahwa kloning yang dilakukan bertujuan untuk penyembuhan penyakit (terapeutik), seperti keberhasilan perusahaan bioteknologi Advanced Cell Tecnology (ACT) Inc. dari Worcester, Massachusetts, Amerika Serikat, mengembangkan sel tunas (sel stem) menjadi sel tertentu untuk menggantikan jaringan tubuh yang terserang penyakit; tetapi tetap masih ada kontroversi antar berbagai kalangan (2).
            Dari berbagai masalah di atas dapat disarikan bahwa sekarang ini ada kekhawatiran tentang  kloning manusia karena prosesnya melawan kodrat,  dimana : 
1)     menghasilkan individu yang sama, sekalipun beda generasi
2)     menghasilkan individu “ monster” , perusak dan tidak berperasaan
3)     menghasilkan individu “ sesuai pesan sponsor”
Masalah-masalah di atas sedikit-banyaknya  dapat ditangkal dengan menciptakan kode etik / bioetika secara universal yang dapat dipatuhi oleh semua bangsa seperti yang telah dikemukakan dalam Universal Declaration on the Human Genome and Human Rights, 1997 (3).  Akan tetapi, selalu ada masalah dan pertanyaan yang muncul, misalnya : Apakah benar proses kloning menghasilkan individu yang sama ???.  Pertanyaan ini yang coba dijawab di sini sehingga  paper ini  diberi judul :  Dimensi Ruang dan Waktu dalam Proses Kloning

Filosofis Dimensi Ruang dan Waktu

            Dalam memahami alam fisik dari quark – atom – unsur – molekul organik/anorganik – sampai jagad raya ini, kita tidak dapat meninggalkan pengertian menegenai ruang dan waktu.   Pengertian ruang dan waktu menurut para ahli seperti yang dikemukakan dalam Kattsoff (1996)(4) adalah sebagai berikut :
            Menurut ajaran Newton ruang dan waktu adalah objektif, mutlak dan bersifat universal.  Ruang mempunyai tiga matra, yaitu atas-bawah, depan belakang, kiri kanan. Sedangkan waktu hanya bermatra depan belakang.  Di dalam ruang kita dapat pergi ke setiap arah; di dalam waktu kita hanya dapat pergi ke depan.  Untuk dapat menjelaskan bahwa ruang dan waktu bersifat mutlak, maka Newton mengemukakan hukum gerakan yang hakiki dari fisika kuno sebagai berikut :”Suatu benda terus berada dalam keadaan diam atau bergerak, kecuali apabila mendapat pengaruh dari suatu keadaan yang terdapat di luar dirinya. Jika sesuatu benda dalam keadaan bergerak, maka ia akan tetap bergerak, kecuali jika ada sesuatu – sesuatu kekuatan – yang mengubah gerakan tersebut.  Gerakan merupakan akibat suatu kekuatan yang mempengaruhi massa”. Jadi di sini gerakan bersifat mutlak yang terjadi di dalam ruang dan waktu; dengan demikian ruang dan waktu juga bersifat mutlak.
            Gagasan-gagasan mengenai ruang dan waktu yang bersifat mutlak di atas ternyata menemui kesukara-kesukaran karena timbulnya paradoks-paradoks maupun setelah ditemukannya hukum relatifitas oleh Einstein serta kesukaran-kesukaran dalam pengamatan.
Paradoks yang terkenal dikemukakan oleh Zeno (kira-kira 490 – 430 S.M.), ia menyatakan bahwa banyak keganjilan akan terjadi jika orang mengatakan bahwa gerakan merupakan suatu kenyataan. Salah satu paradoks dikemukakan di sini yaitu “anak panah yang melayang”  (Jika kita memiliki anak panah ukuran 3 meter berarti menempati ruang sepanjang 3 meter, kemudian anak panah itu kita lepaskan dan bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Setiap saat dalam keadaan melayang anak panah tersebut tetap berukuran 3 meter berarti menempati ruang sepanjang 3 meter. Sedangkan kita mengatakan bahwa berukuran sepanjang 3 meter berarti menempati ruang sepanjang 3 meter dan berhubung dengan itu, maka setiap saat dalam keadaan melayang anak panah tersebut berada dalam keadaan diam.  Maka dalam hal ini terdapat suatu contradictio in terminis).
            Kesukaran berkenan dengan pengamatan, misalnya apakah benar sesuatu yang terlihat antara dua obyek adalah suatu ruang ?. Gambaran pengamatan pada bola mata kita bermatra dua, dan jarak (ruang) yang kita alami berasal dari tangkapan indrawi dalam otot mata.  Ini berarti bahwa yang kita tangkap itu bukanlah ruang sebagai kenyataan, melainkan sekedar jarak-jarak yang memisahkan obyek-obyek, karena seandainya tidak terdapat obyek di situ, maka tidak ada sesuatupun yang kita lihat.  Jika demikian, maka gerakan , waktu dan ruang mengacu pada suatu obyek tertentu.  Jadi jika tidak ada obyek, maka tidak mungkin kita dapat menangkap ruang, waktu dan gerakan yang mutlak dalam kenyataannya.
            Menurut ajaran Einstein, ruang dan waktu bersifat relatif. Ruang tergantung pada pengamatnya.  Ruang merupakan semacam hubungan antara benda-benda yang diukur dengan cara-cara tertentu.  Dengan demikian apabila pengukurannya dilakukan dengan cara yang berbeda, maka hasilnyapun akan berbeda.   Waktu juga bersifat relatif karena hasil pengukuran terhadap hubungan-hubungan yang menyangkut waktu tergantung pada pengertian keserampakan (simultaneity); karena apabila sesuatu terjadi, misalnya ledakan, maka kuatnya bunyi ledakan akan berbeda di berbagai tempat.  Selanjutnya H.A. Lorentz membuat suatu teori “ persamaan transformasi” yang melukiskan hubungan antara cara-cara pengukuran jarak – juga cara-cara pengukuran waktu – yang menyangkut dua pengamat yang mempunyai kerangka acuan  yang berbeda dan berada dalam keadaan bergerak secara lurus, yang saling mendekati. Di sini didapatkan sebenarnya jarak merupakan sekedar ukuran untuk menentukan ruang; demikianpun dengan  transformasi dengan waktu dan hubungannya dengan ruang; Kita tidak akan pernah mengetahui waktu secara tepat apabila tidak memperhitungkan koordinat ruang dan sebaliknya kita tidak akan mengetahui ruang dari suatu obyek bila tidak memperhitungkan koordinat waktu.  Sesungguhnya tidak ada waktu yang bersifat mandiri / mutlak, tidak ada ruang yang terpisah dari waktu atau waktu yang terpisah dari ruang yang ada hanyalah ruang-waktu. Akhirnya mulai saat ini kita harus memandang ruang dan waktu secara kontinuum, jalin-menjalin secara tidak terpisahkan, yang satu tidak mungkin ada tanpa yang lainnya; keduanya merupakan satu kesatuan yang menyebabkan timbulnya segenap kenyataan.  Dengan demikian waktu, ruang merupakan sekedar matra dari ruang-waktu.
            Menurut Alexander, jika kita berusaha memehami ruang dan waktu dalam keadaan apa adanya, maka yang terjadi ialah bahwa kita berusaha memahami benda-benda serta kejadian-kejadian dalam keadaannya yang paling sederhana serta paling mendasar dalam ruang (extension) serta bertahan dalam waktu (enduring), dengan segenap sifat-sifat yang dipunyai oleh kedua macam ciri tersebut.  Baik ruang maupun waktu tidak berada sendiri-sendiri secara terpisah, dan kedua-duanya tampil di depan kita secara empiris.  Jika tidak ada waktu, maka tidak mungkin ada bagian dari ruang, bahkan yang ada hanyalah kehampaan belaka; dan demikian pula halnya dengan ruang, dalam hubungannya dengan waktu.
            Selanjutnya, sehubungan dengan itu tidak mungkin ada titik-titik yang menyusun ruang, tanpa sekelumit waktu yang dapat menimbulkan gagasan kejadian-kejadian murni (pure events) sehingga  dapatlah dikatakan bahwa ruang – waktu merupakan keadaan yang nyata yang paling dalam dan merupakan tempat persemaian bagi apa saja yang ada di alam ini.  Ruang dan waktu merupakan sesuatu yang menjadi sumber bagi adanya segala sesuatu, sedangkan kejadian-kejadian yang murni merupakan penyusun terdalam dari apa saja yang bereksistensi.  Apabila kejadian-kejadian murni tersebut membentuk suatu pola tertentu, maka munculah kualitas-kualitas fisik tertentu, misalnya sebuah elektron dengan ciri-cirinya.  Jadi materi merupakan  sesuatu yang pertama-tama muncul dari ruang – waktu.  Sebagai contoh kita perhatikan partikel subatom, seperti sebuah electron.  Bagaimana kita menggambarkan partikel tersebut ?  Tidak seorangpun dapat melihat suatu partikel subatom; partikel ini mungkin berupa sejenis perubahan dalam ruang pada suatu waktu tertentu; artinya suatu kejadian yang murni yang hanya dapat disimak melalui kejadian-kejadian tertentu yang dicatat oleh “ pointer-reading”, misalnya oleh instrumen mikroskop elektron.  Hasil-hasil penggabungan kejadian-kejadian murni menimbulkan materi yang lebih rumit dan mempunyai sifat-sifat tertentu pula.

Proses Kloning
            Pengertian kloning yaitu : gen-gen yang direkombinasi dan di kembangkan.  Kloning berasal dari kata “clone” yang diturunkan dari bahasa Yunani “klon” yang artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.  Kata ini digunakan dalam dua pengertian (1) klon sel adalah sekelompok sel yang identik sifat-sifat genetiknya, semua berasal dari satu sel. (2) klon gen atau molekuler adalah sekelompok salinan gen yang bersifat identik yang direplikasi dari satu gen yang dimasukan dalam sel inang (5)
            Proses kloning manusia dapat digambarkan seperti ditunjukkan dalam Reuters (6) dan dijelaskan secara sederhana sebagai berikut :
·        Mempersiapkan sel stem : suatu sel awal yang akan tumbuh menjadi berbagai sel tubuh.  Sel ini diambil dari manusia yang hendak dikloning.
·        Sel stem diambil  inti sel yang mengandung informasi genetic kemudian dipisahkan dari sel.
·        Mempersiapkan sel telur : suatu sel yang diambil dari sukarelawan perempuan kemudian  intinya dipisahkan.
·        Inti sel dari sel stem  diimplantasikan ke sel telur  
·        Sel telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan pertumbuhan.  Setelah membelah (hari kedua) menjadi sel embrio.
·        Sel embrio yang terus membelah (disebut blastosis) mulai memisahkan diri (hari ke lima) dan siap diimplantasikan ke dalam rahim.
·        Embrio tumbuh dalam rahim menjadi bayi dengan kode genetik persis sama dengan sel stem donor.
            Dari pengertian kloning dan prosesnya di atas yang menghasilkan individu baru dan mempunyai sifat genetik yang “identik” (sama).  Sifat “identik” inilah yang akan coba dibahas dalam koridor ruang – waktu proses kloning.


Ruang – Waktu  Proses Kloning


            Reaksi-reaksi kimia = biokimia yang terjadi pada organisme berlangsung dalam batasan yang diberikan oleh ukuran sel dan ruang-ruang di dalamnya, juga oleh sifat-sifat fisik dan kimia yang sejalan dengan kehidupan sel (7). Terciptanya ruang-ruang pada waktu tertentu di dalam sel karena adanya materi-materi di dalamnya yang saling berinteraksi. Materi-materi itu yang menurut Alexander di atas merupakan hasil penggabungan-pengabungan kejadian-kejadian murni yang membentuk ruang-waktu.  Materi-materi yang dimaksud disini adalah: quark, sub atom (electron, proton, netron), atom, unsur-unsur, molekul sederhana , makro molekul seperti DNA dan RNA  yang menjadi penyusun gen-gen yang diwariskan di dalam sel-sel yang berkembang menjadi jaringan-jaringan, organ-organ makhluk hidup.
            Pada setiap tingkatan materi di atas dalam interaksinya  menghasilkan ruang-waktu dan sebaliknya adanya ruang-waktu karena adanya interaksi materi-materi, dimana menghasilkan sifat-sifat tertentu yang menjadi ciri materi itu.  Apabila kita memandang sifat-sifat itu dalam konsep ruang–waktu menurut Newton, maka sifat-sifat itu bersifat mutlak (tidak berubah) sedangkan menurut Einstein, maka kita dapat mengatakan bahwa sifat-sifat itu adalah relatif.
            Sifat relatif materi menurut Einstein, sejalan dengan yang diungkapkan dalam Lehninger(8) yang menyatakan bahwa ke 20 asam amino penyusun protein bukan hanya merupakan 20 unit penyandi, karena setiap asam amino dapat memberikan arti yang berbeda-beda pada protein, selanjutnya dikatakan bahwa kromosom dan gen bersifat tidak stabil dan bukan merupakan struktur inert, molekul-molekul ini dapat mengalami mutasi dan kadang-kadang menyebabkan gangguan serius pada fungsi biologi.  Selanjutnya dalam Nosoetion(9) menyatakan bahwa walaupun setiap spesies dipercaya tercipta secara khusus tetapi kenyataan menunjukkan bahwa di dalam spesies terdapat keragaman.
            Apabila kita menarik lebih jauh ke belakang atau menguraikan materi (gen) menjadi unsur-unsur pembentuknya, kemudian unsur itu menjadi atom-atom dan memperhatikan reaksi kimia yang terjadi maka kita akan temukan berbagai sifat yang berbeda dari materi itu. Sifat yang berbeda disebabkan oleh elektron dalam atom unsur penyebab terjadinya reaksi kimia  berada dalam “orbital” (kebolehjadian ditemukannya elektron)(10) yang membuat struktur atom unsur-unsur unik (11).  Karena dalam orbital , maka tidak diketahui di bagian mana (ruang-waktu mana) reaksi/interaksi itu terjadi; sehingga ada kemungkinan besar sekalipun unsur-unsur pembentuknya sama, tetapi  dapat menghasilkan materi-materi yang mempunyai sifat yang berbeda. 
Apalagi sementara /setelah ditemukan  pasangan-pasangan gen manusia yang berjumlah sekitar 3 milyar dalam The Human Genom Project (12) yang tentunya dalam interaksinya misalnya dengan proses kloning, yang sekalipun diatur sedemikian rupa, akan tetapi pasti menghasilkan individu yang berbeda dengan induknya. 

Kesimpulan :
            Dari uraian diatas dalam rangka menjawab pertanyaan dalam pendahuluan, maka disimpulkan bahwa proses kloning tidak mungkin menghasilkan individu yang “identik” / sama.  “ Allah Maha Kuasa “.

Pustaka
(1).   Human cloning, http://www.religioustolerance.org, visited Sept.10, 2001.
(2).   Konttroversi kloning manusia, dalam Kompas, Selasa 4 Desember 2001
(3).  Universal Declaration on the Human Genom and Human Rights, 1997,  http://www.unesco.org/opi/29genom/agenkit.htm, visited Nov.20, 2001.
(4).   Kattsoff. L.O. Pengantar Filsafat.,  alih bahasa : Soejono Soemargono, 1996. Tiara Wacana, hal. 239 – 260.
(5).  Ligninger.A.L. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 3., alih bahasa: Maggy Thenawijaya,1994.Erlangga. hal. 263, 267.
(6).  Membuat cloning manusia, dalam Kompas, Selasa 27 November 2001.
(7) .  Legninger.A.L. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1., alih Bahasa : Maggy Thenawijaya,1993 Erlangga. hal.17.
(8).   Ibid (5). hal. 124, 125.
(9).   Nosoetion. A.H. Pengantar ke Filsafat Sains.1999. Litera AntarNusa, hal. 163,164.
(10). Meissler. G.L., and D.A. Tarr. In Organic Chemistry. 1991. Prentice-Hall International Edition, p. 28
(11).Structure of the Atom, http://www.nyu.edu/pages/mathmol/texbook/atom. . Visited. Nov. 23. 2001.
(12). Tarumengkeng. R.C.  Tantangan Biologiwan Abad ini, dalam Pembukaan Seminar. Hasil-hasil Penelitian Biologi, Pusat studi Ilmu Hayati, IPB, 20 September 2001.

0 komentar:

Posting Komentar